Total Tayangan Halaman

Sabtu, 23 Oktober 2010

Revolusi Hijau

REVOLUSI HIJAU


Revolusi hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk menggambarkan perubahan fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-an dibanyak negara berkembang terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah tercapainya swasembada ( kecukupan penyediaan ) sejumlah bahan pangan disejumlah negara yang sebelumnya dilanda kelaparan, seperti India, Bangladesh, Vietnam, Thailand, Tiongkok, serta Indonesia, untuk menyebut beberapa negara. Norman Borlaug, penerima penghargaan nobel perdamaian 1970, adalah orang yang dipandang sbagai bapak gerakan ini. Revolusi hijau mendasarkan diri pada tiga pilar penting :

o Penyediaan air melalui system irigasi
o Pemakaian pupuk kimia
o Penerapan pestisida untuk menjamin produksi, dan
o Penggunaan varietas unggul sebagai bahan baku berkualitas

Melalui penerapan teknologi non-tradisional ini terjadi peningkatan hasil tanaman pangan berlipat ganda dan memungkinkan penanaman tiga kali dalam setahun untuk padi.suatu hal yang tidak mungkin tanpa ketiga pilar tersebut. Revolusi hijau mendapat kritik sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan karena mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Oleh para pendukungnya, kerusakan dipandang bukan karena revolusi ijau tetapi karena ekses daam penggunaan teknologi yang tidak memandang kaidah-kaidah yang sudah ditentukan. Kritik lain yang muncul adalah bahwa revolusi hijau tidak dapat menjangkau seluruh strata negara berkembang karena iatidak memberi dampak nyata di Afrika.


SEJARAH REVOLUSI HIJAU

Diperkenalkan pertama kali oleh William Gaud pada tahun 1968. mantan direktur USAID, lembaga donor milik pemerintah AS, ini membandingkan masifnya perubahan di bidang pertanian itu dengan revvolusi merah di Soviet dan revolusi putih di Iran, dua perubahanbesar secara politik di dua negara musuh bebuyutan AS itu. Perubahan yang oleh Gaud yang disebut revolusi itu dimulai dari Meksiko. Negara Amerika latin itu mengubah system pertanian secara radikal pada 1945. Salah satu alasannya adalah karena berbanding terbaiknya pertambahan jumlah penduduk dengan kapasitas produksi gandum. Penduduk terus bertambah sementara produksi gandum terus berkurang. Merekapun menggenjot pertaniannya melalui riset, penyuluhan, dan pembangunan infrastruktur yang didanai Ford dan Rockefeller foundation, dan beberapalembaa besar lainnya. Hsilnya, dari semula mengimpr gandum pada 1943, negara ini bisa memenuhi kebutuhan gandumnya pada 1956. delapan tahun kemudian, Meksiko bahkan sudah mengekspor gandum ke negara lain.

Karena perubahan itu dianggap berhasil maka Ford dan Rockefeller foundation kemudian membawa teknologi yang sama ke berbagai dunia. Kalau di Meksiko mereka focus pada gandum, maka di negara lain mereka focus pada padi. Salah satunya dengan mendirikan International Rice Research Institute ( IRRI ) di Los banos, Filipina. Dari pusat riset padi inilah ditemukan varietas baru bernama IR 46 dan IR 36 yang disebar ke dunia, termasuk Indonesia. Produk mereka inilah yang menjangkau hamper separuh penduduk duniadan kemudian menggantikan padi local, termasuk Indonesia. IRRI yang punya perwakilan di 14 negara mulai bekerjasama dengan Indonesia pada tahun 1972, melalui Litbang pertanian deptan.

Pada perjalanannya, revolusi hijau kemudian hanyalah jadi alat perusahaan pertanian untuk menjerat petani, termasuk di idonesia. Ini terutama ketika perusahaan-perusahaan besar seperti Monsanto dan Syingenta juga masuk di Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar